Senin, 14 April 2008

Sosok Itu Bernama Andre

Tadi malam saya membuka album-album foto saya, dan pandangan saya tertumbuk pada selembar foto berlatar belakang laut, terlihat empat orang sosok yang sedang tersenyum didalamnya. Dua diantaranya adalah saya dan seorang akhwat teman saya. Namun bukan hanya sekedar keberadaan foto itu saja yang mengusik pikiran saya, tetapi melihat salah satu sosok yang lain di foto itu membuat saya kembali teringat pada kenangan satu tahun yang lalu.


Saat itu saya merasa sekitar saya begitu “crowded”, apakah di kampus, di KAMMI, maupun ditempat kost. Biasanya saya akan menenangkan diri dengan berjalan-jalan sendirian kemanapun yang saya suka, mengunjungi teman-teman lama, dan mengunjungi tempat-tempat yang tidak pernah saya kunjungi. Dan pada hari itu saya memilih untuk berjalan-jalan sendirian ke tepi pantai padang, berusaha untuk kembali mentafakuri nikmat Allah SWT, meskipun sederhana.


Ketika saya sedang duduk dipinggir pantai, terdengar suara gen’jreng’an gitar parau dibelakang saya. Ternyata yang memainkan adalah seorang anak jalanan. Yang setelah kami berkenalan ternyata dia bernama Andre, seorang anak kelas 5 SD dan tinggal di ujung pantai tersebut. Pada akhirnya dia tidak hanya menyanyi di depan saya tetapi juga menghibur saya dengan cerita-cerita kehidupan pribadinya.


Seperti umumnya anak jalanan di kota padang ini, Andre pun masih tinggal bersama orangtua, hanya saja dengan latar belakang keluarga yang “broken home”. Setiap harinya setelah pulang sekolah dia akan ke jalanan sebagai pengamen dengan tujuan untuk mendapatkan uang, orangtuanya memang mendorongnya untuk ke jalanan mencari uang dengan cara seperti itu yang pada akhirnya nanti akan disetorkan kepada orangtuanya dan sebesar tiga ribu rupiah akan diberikan kepadanya setiap harinya, itu juga apabila ‘pekerjaan’nya menghasilkan. Kesan yang saya tangkap saat itu, orangtuanya berlepas tangan dari segala resiko yang bisa saja menimpa anaknya di jalanan.


Saya sendiri akhirnya menikmati sekali perkenalan dengan pria kecil itu, dibalik sikap dewasa yang ditunjukkannya meski tidak sesuai dengan usianya, namun tampak kepolosan tersembunyi, dan tidak dapat dipungkiri dia masih sangat menginginkan bagaimana rasanya bermain dan belajar lepas tanpa adanya tuntutan, yang sebenarnya sudah menjadi haknya. Saat itulah saya merasakan bahwa segala permasalahan-permasalahan saya yang awalnya terasa sangat berat namun menjadi ringan setelah saya mendengar bagaimana kerasnya kehidupan seorang anak bernama Andre. Membuat saya jadi teringat tentang tulisan yang ditujukan seorang sahabat kepada saya tentang bagaimana sebuah persoalan akan terasa ringan apabila kita mendengarkan dan berusaha memecahkan persoalan orang lain.

Selama beberapa hari saya selalu bertemu dia di tempat yang sama, kembali mendengarkan pengalamannya, bermain, ataupun mengajarkan dia lagu-lagu sebagai stock ngamen. Namun disayangkan ketika suatu hari kami berjanji untuk bertemu kembali, ternyata mendadak selama dua minggu penuh saya disibukkan dengan beberapa agenda penting, sehingga saya tidak bisa memenuhi janji saya.


Ketika saya kembali lagi ke tempat itu saya tidak pernah lagi menemukan sosok kecil itu, bahkan hingga saat ini. Sosok yang buat saya telah mengajarkan bagaimana menghargai kehidupan ditengah segala permasalahan dan keterbatasan.

Jazakallah ya ndre…tuk segala hikmah yang didapat

~Ditengah bisingnya klakson bus kota, 1 Agustus 2007~

Tidak ada komentar: