Selasa, 28 Januari 2014

Comeback to Home

Sudah lama sekali aku tidak mengunjungi rumah maya ini, entah kenapa tiba- tiba muncul kerinduanku untuk kembali mengisi ruang-ruang kosong di rumah ini. Apabila ditanya kenapa baru sekarang? Setelah 5 tahun ditinggalkan..hehe....tentu aku sendiri bingung untuk menjawabnya, bahkan dengan menggaruk kepala mungkin aku juga tidak menemukan jawabannya. Tapi yang pasti aku ingin mengisi ruang-ruang kosong rumah ini dengan babak-babak baru dalam hidupku. Insya Allah...

So...let's get a new story :)

Selasa, 15 April 2008

cRacKing

Patah... patah... patah..

Pikiranku terpecah...
Hatiku hancur remuk..

Lidah kelu..
Bibir terkatup...

Oh... Dosenku
Mengapa engkau begitu tega...
Mematahkan semangatku

~ ditengah galau TA~

Senin, 14 April 2008

Senyum Dalam Bisunya

Hari itu aku bahagia, rencana-rencana yang kususun berjalan sempurna. Dan satu hal yang sangat kusadari, kebahagiaanku ternyata mengantarkan aku pada seorang Resti, gadis remaja kelas dua SMP yang kukenal didalam mobil angkutan umum (baca:angkot). Bukan hanya perkenalan itu yang membuatku terkesan, tapi lebih pada dialog yang kami lakukan.

Aku telah membuat janji dengan salah seorang teman, tempat pertemuan kami cukup jauh sehingga mengharuskan aku untuk bolak-balik naik-turun angkot. Ketika aku masuk dan duduk didalam angkot kedua mataku tertuju pada gadis remaja yang duduk di depanku, ia menyunggingkan senyum sangat manis kepadaku, setelah kuingat-ingat kembali menurutku itulah senyum termanis dari semua senyum yang pernah kudapatkan. Senyumannya sangat tulus, rona keluguanpun tampak jelas diwajahnya, aku sempat berpikir nyaris sempurna nilainya untuk sebuah senyuman.

Selanjutnya aku membalas senyumnya sekaligus menanyakan tujuan, namun aku sangat terkejut ketika dia hanya menggeleng dan menggerakkan tangannya yang mengisyaratkan dia tidak bisa berbicara dan mendengar. Kontan saja seketika aku merasa begitu kerdil, terkadang dengan semua nikmat kelengkapan fisik dan fungsi panca indera yang kumiliki
aku masih berat untuk menghadirkan senyum tulus kepada setiap orang yang kutemui, apalagi disaat
permasalahan terasa begitu membebani sepertinya tekukan di wajah justru bertambah. Alhasil bukan senyum tulus menyejukkan yang tampak, tapi justru wajah sangar yang mungkin menakutkan bagi setiap orang yang ditemui.

Aku memang tidak menguasai bahasa isyarat, namun keinginan untuk berdialog dengannya begitu kuat, maka kusodorkan sebuah pena dan secarik kertas yang kutuliskan kalimat "nama saya detik, nama kamu siapa?" dia menerima kertas dan pena pemberianku dan menuliskan sebaris nama diatasnya, ketika kertas sampai dihadapanku kueja huruf-huruf diatasnya yang tertulis Resti.

Untuk selanjutnya dengan alat bantu kertas dan pena dialog kami semakin panjang, mulai dari umur, tanggal lahir, hingga kondisi keluarganya, bahkan kami sempat bertukar alamat. Berharap suatu waktu ada kesempatan untuk saling mengunjungi. Disetiap jeda percakapan kami aku terus saja memikirkan lebih jauh tentang kehidupan gadis ini. Adakah dia merasa tertekan dengan cacat fisik yang dideritanya? kesulitan-kesulian apa saja yang dihadapinya saat ingin mengungkapkan perasaan dan keinginannya? Rasanya dunia yang jauh sekali dari yang kualami hingga saat ini. Pertanyaan-pertanyaan itu seketika terjawab olehku dengan melihat kepolosan wajah dan ketulusan senyumnya yang seolah mengatakan bahwa bagaimanapun hidupnya harus tetap disyukuri dan dijalani dengan ikhlas, bukankah Allah menjadikan hikmah dibalik setiap kejadian yang dialami hamba-Nya.

Dialog kami harus berakhir ketika angkot yang kutumpangi sudah memasuki kawasan tempat tinggal temanku, aku menuliskan terima kasihku serta betapa aku terkesan dengan perkenalan kami, dan sebaris kalimat terakhir yang dituliskannya adalah "nama kakak indah, cantik..., senang berkenalan dengan kakak…" kalimat itu membuatku bergumam dalam hati "Ah, namamu pun indah Resti..., seindah senyumanmu".


Angkot yang kutumpangi tiba di tempat tujuanku, aku berpamitan pada Resti sambil memberikan senyum terbaikku. Setelah aku turun dan menginjakkan kaki ditanah, pandanganku kembali kedalam angkot, dan sekilas sebelum kendaraan itu berlalu kulihat kembali senyum indah di wajah lugu itu.


~Medio Kebahagiaan Tanpa Sebab~